Langsung ke konten utama

Kel 3_Wawancara

METODE PENGUMPULAN DATA RISET KUALITATIF: WAWANCARA


Salam meneliti... 
Teman-teman kali ini kelompok 3 akan membahas tentang penggunaan wawancara dalam penelitian kualitatif. Berbagai jenis wawancara, etik dalam wawancara, tahapan melakukan wawancara (termasuk persiapannya dan cara meningkatkan efektifitas), dan peran peneliti dalam wawancara dibahas di bawah ini. Sebelumnya, mari kita simak video berikut.




A.    Jenis Wawancara dan Kaitannya dengan Desain Riset Kualitatif

Banyak pakar dalam penelitian kualitatif nampaknya memiliki pendapat yang sama bahwa wawancara merupakan  metode pengumpulan data yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif (DeJonckheere & Vaughn, 2019; Rachmawati, 2007; Bloom & Crabtree, 2006). Wawancara pada penelitian kualitatif memiliki aturan yang lebih ketat dibandingkan dengan wawancara pada aktivitas lain. Pada penelitian kualitatif, wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, sehingga hubungannya adalah asimetris (Rachmawati, 2007).

 

Berkembangnya penelitian kualitatif dari berbagai keilmuan dan tujuan yang bervariasi dari penelitian kualitatif menjadi salah satu alasan mengapa wawancara memiliki variasi yang cukup banyak. Mulai dari wawancara yang sangat berstruktur, semi terstruktur sampai wawancara yang tidak berstruktur. Teknik wawancara yang mana yang akan dipilih oleh seorang peneliti kualitatif tentunya akan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan penelitian dan tujuan penelitiannya. Desain penelitian kualitatif biasanya membutuhkan wawancara yang tidak berstruktur dan semi terstruktur. wawancara terstruktur jarang digunakan dalam penelitian kualitatif dan cenderung digunakan dalam penelitian kuantitatif (Rachmawati, 2007; Bloom & Crabtree, 2006).

 

Wawancara semi terstruktur secara umum bertujuan untuk mengumpulkan data dari informan yang memiliki pengalaman, perilaku, persepsi, dan kepercayaan terkait topik yang diteliti. Peneliti dapat menggunakan wawancara semi terstruktur untuk mengumpulkan data baru atau eksplorasi, triangulasi sumber data lain atau memvalidasi temuan melalui member checking. Jika menggunakan mix method, maka wawancara semi terstruktur  dapat digunakan pada tahap kualitatif untuk mengeksplorasi konsep untuk menghasilkan hipotesis (DeJonckheere & Vaughn, 2019) .

 

Wawancara semi terstruktur juga dapat digunakan pada kelompok. umumnya wawancara seperti ini biasanya dilakukan dalam satu kali wawancara yang berlangsung sekitar 30 menit. Wawancara dalam kelompok seringnya dilakukan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD). Tetapi penting untuk dipahami bahwa setiap fokus grup mewakili satu entitas dalam sampel kelompok. Dengan demikian FGD bukanlah wawancara dengan individu yang berbeda dan bukan jalan pintas untuk mengumpulkan data dari beberapa individu secara bersamaan (Bloom & Crabtree, 2006).

 

Wawancara tidak berstruktur memberikan cara bagi peneliti untuk memahami pandangan dunia informan secara tidak terstruktur. Beberapa karakteristik wawancara mendalam adalah bahwa peneliti memiliki tujuan umum dan dapat menggunakan panduan topik tetapi informan memberikan sebagian besar struktur wawancara. Umumnya peneliti menindaklanjuti 'isyarat' atau petunjuk yang diberikan oleh informan. Namun demikian, pada kenyataannya setiap peneliti tidak ada yang benar benar tidak berstruktur tetapi relatif tidak berstruktur. Penelitian-penelitian dengan desain etnografi sering menggunakan pendekatan wawancara seperti ini (Mather, Fox and Hunn, 2002). 

  

B.    Pedoman Etik Wawancara

Dalam melakukan wawancara terhadap partisipan perlu diperhatikan etik wawancara. partisipan merupakan sumber utama dalam penelitian kualitatif sehingga harus terlindungi dengan baik saat berlangsungnya penelitian. Menurut Marvati (2004) etik wawancara yang harus dijaga selama wawancara kualitatif adalah :

  1. Partisipan berpartisipasi secara sukarela

Keikutsertaan dalam wawancara yang didasari pada rasa sukarela merupakan perwujudan dalam etik penelitian independen. Dalam konsep dasar etik partisipan tidak boleh dipaksa dalam keikutsertaan penelitian sebagai hak dasar yang harus dipenuhi. Disisi lain keikutsertaan partisipan secara sukarela akan lebih banyak mengeksplorasi informasi lebih mendalam karena partisipan merasa tidak tertekan dan merasa nyaman. partisipan yang suka rela juga akan sangat membantu peneliti untuk memperoleh jawaban yang sebenarnya karena partisipan mempunyai kepercayaan yang baik terhadap peneliti saat wawancara.

2.     Partisipan harus Perlindungan atas informan

Partisipan yang akan diwawancarai terkadang tidak tahu atau tidak menyadari terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari informasi yang diberikan, karena partisipan ini kadang beranggapan bahwa informasi yang diberikan itu hal biasa dan sangat percaya kepada peneliti untuk tidak disebarluaskan. Peneliti harus melindungi partisipan yang memberikan informasi baik partisipan menyadari atau tidak dari adanya bahaya informasi yang diberikan karena ini merupakan hak dasar dari partisipan yang harus dipenuhi dengan baik. informasi-informasi yang disampaikan oleh partisipan terutama dengan wawancara yang mendalam kebanyakan berkaitan dengan hal-hal yang sensitif baik untuk partisipan maupun pihak lain yang terkait.

  1. Partisipan harus terjaga kerahasiaanya serta tidak menyebutkan nama

Partisipan harus terjaga kerahasiaanya secara baik untuk tidak dapat diakses oleh pihak lain, karena saat wawancara bisa saja informasi yang partisipan akan diketahui oleh orang lain sehingga sangat mungkin untuk disalahgunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan apalagi kalau informasi tersebut berkaitan dengan privasi kehidupan informan. Dengan dalih dan alasan apapun informasi yang disampaikan informan tidak boleh disampaikan oleh pihak lain meskipun itu masih keluarga dekat dengan peneliti. Menjaga kerahasiaan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: tidak menulis nama asli, tidak menunjukkan identitas lengkap serta tidak memberikan kata petunjuk identitas informan. .

  1. Wawancara yang dilakukan mempunyai manfaat bagi partisipan

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti harus mempunyai manfaat juga untuk informan. Manfaat tersebut dapat berupa berkurangnya beban psikis yang dialami oleh informan selama ini sampai dengan manfaat tindak lanjut dari informasi yang diberikan dapat membantu persoalan yang dihadapi oleh partisipan. partisipan juga dapat memperoleh manfaat berupa pemberian reward dari pemberian informasi.

 

C.    Persiapan Wawancara

Sebelum melakukan wawancara, terdapat persiapan yang harus dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara. Persiapan wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut (Afiyanti dan Rachmawati, 2014 & Mathers, et.al, 1998):

  1. Menyusun naskah wawancara (interview script)

Naskah diperlukan sebagai pedoman dalam proses wawancara agar saling berkaitan satu sama lain. Naskah wawancara disebut juga dengan protokol wawancara. Naskah wawancara dapat dibuat rinci walaupun tidak perlu diikuti secara ketat dan kemudian dapat direvisi jika ada ide yang muncul setelah wawancara. Dalam wawancara, pedoman juga berfungsi sebagai pengingat atau pengendali bagi pewawancara atau peneliti saat wawancara untuk tetap pada pencapaian tujuan penelitian. Terdapat beberapa hal yang penting diperhatikan pada naskah wawancara antara lain:

a.     Berisi beberapa topik penelitian atau berisi urutan pertanyaan secara rinci

b.     Bentuk pertanyaan:

1)    Pertanyaan harus dapat dijawab

2)    Pertanyaan yang mengarah (leading question) harus dihindari

3)    Kata atau frase yang tidak dimengerti partisipan harus dihindari

4)    Pertimbangkan kata atau frase yang memiliki makna berbeda pada orang yang berbeda (misal, bahasa daerah)

5)    Perhatikan dalam penggunaan kata-kata yang memiliki objektivitas tinggi dan sarat akan nilai (misal, kata “bagus” atau “puas” harus dilanjutkan lagi dengan pertanyaan pengertian dari “bagus” atau “puas” tersebut)

6)    Pertanyaan pertama harus pertanyaan yang dapat dijawab partisipan tanpa kesulitan. Hal tersebut akan membuat partisipan tenang dan terbuka untuk menjawab

7)    Jenis pertanyaan yang menggunakan kata “bagaimana”, ditanyakan setelah mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan dengan kata “apa” dan “mengapa”

c.     Terdiri dari 4-5 halaman (tergantung pada tujuan penelitian dan jumlah pertanyaan)

d.     Identitas atau data partisipan pada bagian awal naskah

e.     Daftar pertanyaan, diberi jarak untuk menuliskan jawaban partisipan dan catatan lapangan. Pertanyaan dapat dievaluasi secara dimensi tematik (mengevaluasi hasil pengetahuan yang dihasilkan) dan dimensi dinamik (mengevaluasi tingkat interaksi pewawancara dan partisipan).

f.      Siapkan alat bantu rekam proses wawancara

  1. Melakukan kontrak waktu dan lokasi wawancara dengan partisipan

Peneliti sebaiknya melakukan kontrak dengan partisipan tentang waktu kapan, berapa lama dan dimana akan melakukan wawancara. Sesuaikan tiga hal tersebut dengan ketersediaan partisipan. Disarankan pada setiap pertemuan tidak lebih dari satu jam (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Waktu pelaksanaan wawancara harus mempertimbangkan kebutuhan partisipan. Misal, jika partisipan adalah pasien di rumah sakit maka waktu yang dipilih untuk wawancara adalah waktu diluar kunjungan pasien dan tindakan-tindakan perawatan. Lokasi wawancara perlu memperhatikan kondusifnya lingkungan dan privasi partisipan.

 

D.    Peran Peneliti dalam Metode Wawancara

Peneliti dalam proses wawancara penelitian kualitatif mempunyai peran penting yang harus disadari oleh agar proses wawancara dapat berlangsung dengan baik, tidak menegangkan, sehingga wawancara mengalir apa adanya sesuai dengan tujuan penelitian. Peran peneliti dalam proses wawancara penelitian kualitatif adalah

  1. Berusaha mempertahankan wawancara yang dilakukan bisa tetap berlangsung
  2. Mencermati dan memperhatikan bagaimana partisipan bereaksi terhadap pertanyaan peneliti
  3. Memberikan umpan balik yang sesuai untuk menjaga proses wawancara berjalan dua arah (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Dalam proses wawancara peneliti dapat menggunakan pertanyaan prompt dan probe untuk membantu mengurangi kecemasan partisipan dan peneliti tetapi tetap dapat mengeksplorasi makna dari pengalaman hidup yang telah dilalui. Peneliti harus lebih mengutamakan eksplorasi bukan melakukan investigasi. Cara peneliti duduk, kontak mata, dan posisi tubuh yang condong kedepan memudahkan terjadinya refleksi. Seorang peneliti kualitatif yang baik, agar mampu menjalankan proses wawancara dengan optimal harus mempunyai ketrampilan komunikasi yang baik, selain ketrampilan menyusun kata dan mendengarkan secara aktif (Rachmawati, 2007).


E.    Meningkatkan Efektifitas Wawancara

Sebuah studi yang dilakukan oleh DeJonckheere & Vaughn, (2019) menunjukkan beberapa cara agar proses wawancara berjalan efektif, sebagai berikut:

  1. Tempat wawancara dan Set up ruangan

Pewawancara sebaiknya telah melakukan perjanjian dengan partisipan di waktu dan tempat yang sesuai. Tempat wawancara sebaiknya terdesain menjaga privasi, idealnya dengan pintu tertutup daripada di ruang publik. Ini akan sangat membantu partisipan berbicara dengan tetap menjaga kerahasiaan tanpa adanya interupsi atau gangguan dari luar. Ruangan yang tenag juga sangat membantu mendapatkan rekaman audio yang sangat jelas.

  1. Memulai wawancara dengan baik

Beberapa pewawancara memulai dengan membangun hubungan saling percaya dengan partisipan. Pewawancara kemudian menyampaikan penjelasan penelitian dan tujuan penelitian, informed consent, manfaat, dan agenda wawancara. Ini akan sangat membantu pewawancara menjelaskan background pewawancara.

  1. Sikap Pewawancara

Selama wawancara,  pewawancara harus bersikap ramah dan tidak judgemental. Selama wawancara pasti membutuhkan percakapan yang hangat dan mengalir, selama tidak ada sikap tersebut maka proses wawancara tidak berjalan efektif.

  1. Jadilah pendengar aktif

Selama wawancara tatap muka, terdapat kesempatan untuk melakukan observasi lingkungan dan bahasa non-verbal. Selama wawancara mendengar aktif adalah kunci mendapatkan data yang lengkap. Mendengar aktif dilakukan dengan penuh perhatian, empati, tidak judgemental, mendengarkan untuk terus memancing pembicaraan, diam sambil menunjukkan ekspresi, dan senyuman membutat partisipan dapat menyampaikan data lebih baik.

  1. Menghidupkan suasana selama proses wawancara

Selama proses wawancara, pewawancara dapat mengulang kata yang diucapkan oleh partisipan, gunakan pertanyaan yang terus menggali informasi sekaligus mengklarifikasi.


F.    Tahapan Melakukan Wawancara

Wawancara  merupakan  salah  satu  metode pengumpulan  data  dalam  penelitian,  terutama penelitian kualitatif. Ada beberapa jenis wawancara yang perlu dipahami, sebelum memutuskan akan menggunakan  yang  mana,  bergantung  pada pertanyaan penelitian yang hendak dijawab. Jenis pertanyaan juga menggambarkan informasi yang akan diperoleh. Meskipun wawancara dianggap hal yang biasa namun pada penelitian, kegiatan ini berbeda dengan percakapan   sehari- hari.  Jika   penelitian mengharuskan kolega sebagai partisipan, proses wawancara  tidaklah  semulus  yang  dibayangkan. Beberapa  kendala  seperti  kesalahpahaman  juga dapat timbul. Diperlukan teknik tersendiri untuk mengurangi kendala tersebut. Melakukan wawancara dengan mengikuti tahapan prosedur merupakan hal penting agar hasil wawancara tidak mengecewakan. Sebagai perawat, sesungguhnya sudah mempunyai bekal kemampuan konseling untuk lebih menguasai keterampilan  melakukan  wawancara  dalam memperoleh data seperti yang diharapkan

 

Creswell  (1998)  menjelaskan  bahwa  prosedur wawancara seperti tahapan berikut ini:

  1. Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih.
  2. Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi  apa  yang  relevan  dalam  menjawab pertanyaan penelitian.
  3. Siapkan alat perekam yang sesuai, misalnya mike untuk pewawancara maupun partisipan. Mike harus cukup sensitif merekam pembicaraan terutama bila ruangan tidak memiliki struktur akustik yang baik dan ada banyak pihak yang harus direkam.
  4. Cek kondisi alat perekam, misalnya baterainya. Kaset harus kosong dan tepat pada pita hitam bila mulai merekam. Jika perekaman dimulai, tombol perekam sudah ditekan dengan benar.
  5. Susun protokol wawancara, panjangnya kurang lebih empat sampai lima halaman dengan kira-kira lima pertanyaan terbuka dan sediakan ruang yang cukup di  antara  pertanyaan  untuk  mencatat  respon terhadap komentar partisipan.
  6. Tentukan tempat untuk melakukan wawancara. Jika mungkin ruangan cukup tenang, tidak ada distraksi dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti dan partisipan  duduk  berhadapan  dengan  perekam berada di antaranya, sehingga suara suara keduanya dapat terekam baik. Posisi ini juga membuat peneliti mudah mencatat ungkapan non verbal partisipan, seperti tertawa, menepuk kening, dsb.
  7. Berikan inform consent pada calon partisipan.
  8. Selama wawancara, sesuaikan dengan pertanyaan, lengkapi pada waktu tersebut (jika mungkin), hargai partisipan  dan  selalu  bersikap  sopan  santun. Pewawancara yang baik adalah yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda pengumpulan data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan tepat oleh partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan  untuk  menggambarkan  satu  proses  yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi wawancara, misalnya mewawancarai pengalaman ayah selama prosedur seksio sesarea perlu dilakukan dalam 48 jam setelah persalinan dan kemudian antara satu hingga dua bulan berikutnya.

 

Wawancara perlu dilakukan lebih dari dua kali karena dua alasan utama. Pertama adalah pendekatan pengetahuan temporal. Istilah temporal maksudnya adalah istilah filosofis yang mendefinisikan bagaimana situasi dan pengetahuan orang saat itu dipengaruhi oleh pengalamannya dan bagaimana situasi saat itu akan menentukan masa depannya. Alasan kedua adalah untuk memenuhi kriteria rigor (ketepatan).  Selain itu, peneliti dapat mengkonfirmasi atau mengklarifikasi informasi yang ditemukan pada wawancara pertama. Melalui pertemuan  ini  hubungan  saling  percaya  semakin meningkat sehingga  dapat menyingkap pengalaman atau perasaan partisipan yang lebih pribadi

 

Demikian penjelasan kami tentang penggunaan wawancara dalam penelitian kualitatif. Jika teman-teman ingin mendapatkan PPT kami dapat diunduh disini: PPT klik disini

Teman-teman, disilahkan untuk bertanya kepada kelompok terhadap penjelasan wawancara ini. Terima kasih.


Referensi:

Afiyanti, Y. & Rachmawati, IN. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Press.

Byrne, M. (2001). Interviewing as a data collection method. Association  of  Operating Room

Nurses. AORN Journal; 74, 2: 233-234.

Creswell, J.W. (1998). Qualitative inquiry& research design:  Choosing  among  five traditions Thousand Oaks: Sage Publication.

DeJonckheere M, Vaughn LM. (2019). Semistructured interviewing in primary care research: a balance of relationship and rigour. Fam Med Com Health. doi:10.1136/fmch-2018-000057

Mathers, Nigel; Fox, Nick & Hunn, Amanda. (1998). Trent Focus for Research and Development in Primary Health Care: Using Interviews in a Research Project. Trent Focus.

Marvasti, Amir B. (2004). Qualitative Research in Sociology. Sage

Rachmawati IN. 2007. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif: wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 35-40.

 

 

 


Komentar

  1. Materi yang sangat menarik, ijin bertanya ya
    apakah yang membedakan metode pengumpulan data antara wawancara dengan metode lainnya dalam riset kualitatif?apa kelebihan dan kekurangannya dibanding metode pengumpul data lainnya?

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih bu tuti atas pertanyaannya ijin menjawab bu

      Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal.LEMBAR METODOLOGI Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal. Walaupun semua percakapan mempunyai aturan peralihan tertentu ataukendali oleh satu atau partisipan lainnya, aturan padawawancara penelitian lebih ketat. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, olehkarena itu hubungan asimetris harus tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada penemuan perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan. (Rachmawati IN. 2007)

      Kelebihan dan Kekurangannya dibanding dengan metode lainnya
      Kelebihan Wawancara:
      -Hasil wawancara secara kualitas dapat dipertanggungjawabkan
      -Mempunyai nilai Yang tinggi
      -Semua kesalahpahaman dapat dihindari
      -Pertanyaan yang telah disiapkan dapat dijawab oleh narasumber dengan ---penjelasan-penjelasan tambahan
      -Setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut
      -Informasi yang diperoleh langsung dari sumber pertama

      Kelemahan Wawancara
      -Data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas
      -Memakan waktu dan biaya yang besar jika, dilakukan dalam suatu wilayah yang luas



      Hapus
    2. Terimakasih jawabannya bu inggrid

      Hapus
  2. Terimkah bu Tuti kalau wawancara kualitatif itu tidak dibatasi pada item tertentu, penelitu bisa melakukan eksplorasi banyak hal termasuk hal yang sifatnya sensitif. Wawancara pada penelitian lain terbatasi pada hal-hal yang sudah ditentukan, tidak bisa eksplorasi mendalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ijin bertanya pak sukarmin.. unt kelompon 3..
      Item wawancara sesuai yg d sp kan tidak d batasi... Apakah hal tersebut tidak buat topik wawancara menjadi melebar dan melenceng dr tujuan utama penelitian?
      Mohon penjelasannya.. trimakasih..

      Hapus
    2. Trimakasih bu Indanah, yg saya maksut pembatasan itu ada pertanyaan tertentu yg sudah di desain sebelum peneliyian. Kalau penelitian kualitatif rambu- rambu peetanyaanya adalah tujuan penelitian. Sehingga lebih dapat mengeksplorasi

      Hapus
    3. sepakat... yang jadi patokannya adalah pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian sehingga bisa menjadi guide pada saat melakukan wawancara

      Hapus
  3. Izin bertanya, jika melakukan FGD apakah ada kriteria khusus pada partisipan yang akan terlibat? Dan berapa minimal atau maksimal peserta FGD? Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih mbak arianti, mungkin nanti lebih detail tentang FGD bisa kita simak bersama di pennjelasan kelompok 1 ya, tetapi di materi tentang wawancara juga memang disinggung bahwa wawancara juga bisa dilakukan pada kelompok tidak hanya perorangan, dan salah satu bentuknya wawancara pada kelompok tersebut adalah FGD. FGD banyak disinggung pada penjelasan tentang wawancara semi terstruktur sehingga masih tetap terarah tetapi fleksibel.

      Hapus
    2. Baik Bu Ani, terimakasih. Boleh tanya satu lagi ya... Jika kita melakukan wawancara di rumah pasien yang sempit dan sangat ramai, bagaimana men-setting tempat sehingga nyaman untuk wawancara? Apakah memang sebaiknya kita ajak ke tempat yang disetting khusus untuk wawancara?

      Hapus
    3. Menurut saya bisa kita lakukan seperti itu bu Ari selama unsur keamanan, kerahasiaan informasi dan kenysmanan partisipan terpenuhi

      Hapus
    4. Terima kasih pertanyaannya bu Arianti... Jika masih memungkinkan pindah ke tempat yang lebih tenang untuk wawancara, sebaiknya pindah tempat. Dapat ditanyakan dahulu ke partisipan apakah berkenan untuk pindah ke tempat yang lebih tenang. Idealnya, saat wawancara dibutuhkan tempat tenang yang dapat merekam percakapan dengan baik. Privasi juga harus dijaga demi kenyamanan bersama. Namun jika antara partisipan dan pewawancara berlawanan jenis, sebaiknya tidak dalam ruangan tertutup dan hanya berdua saat wawancara (mempertimbangkan budaya dan kepercayaan).

      Hapus
  4. Tk atas sharingnya ya. Mohon izin bertanya, apakah ada kriteria khusus kapan dilakukan wawancara terstruktur ataupun tidak terstruktur ? Apa kelemahan dan kelebihan dari 2 teknik tersebut ? Tk ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih bu Ratna pertanyaan yg terstruktur lebih mudah mengontrol saat wawancara, waktu yg dibutuhkan lebih efisien. Kelemahan terstruktur daya eksplorasinya terbatas. Kalau tidak terstruktur sebaliknya..silahkan teman-teman kalau menambahkan

      Hapus
    2. Trimakasih pertanyaannya mb Ratna, kapan kita menggunakan pendekatan wawancara terstruktur atau tidak terstruktur ditentukan oleh fenomena yang akan kita explore dan tujuan dari penelitian kita. Pada pendekatan wawancara tidak terstruktur kita hanya menggunakan kata kunci dari fenomena yang kita teliti sehingga kita bisa mendapatkan data yang sangat kaya, tetapi juga berpotensi mendapatkan banyak data pula yang tidak berguna, tergantung dari pengalaman yang dipunyai peneliti. Sedangkan pada wawancara terstruktur kita akan mendapatkan data yang kurang kaya karena setiap partisipan akan mendapatkan pertanyaan yang sama dan urutan yang sama.

      Hapus
    3. didalam makalah dijelaskan walaupun tidak tersurat tetapi dapat diambil kesipulan menurut saya ya kalau untuk penelitian seperti fenomenologi masih memungkinkan menggunakan yang semi terstruktur, sedangkan ethno dan grounded misalnya itu lebih menggunakan pendekatan tidak terstruktur. sedangkan yang terstruktur jarang digunakan didalam penelitian kualitatif karena secara umum tujuan dari penelitian kualitatif adalah melakukan eksplorasi dan pendalaman data.

      Hapus
  5. Ijin bertanya kelompok wawancara : Adakah batasan waktu wawancara untuk setiap partisipan ? Apakah kiat peneliti jika partisipan melakukan penolakan secara halus untuk diwawancarai tetapi informasi yang ingin didapat belum utuh ? Apakah yang peneliti lakukan jika wawancara yang dilakukan menimbuikan ketidaknyamanan secara psikologis bagi partisipan dan partisipan tidak terima dan berencana melakukan tuntutan hukum dengan dalih perbuatan tidak menyenangkan ? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu ideal untuk satu kali sesi wawancara sekitar 45-60 menit, dengan tetap mempertimbangkan kondisi partisipan terutama bila wawancara dapat berdampak pada kondisi fisiknya, dapat diberikan jeda waktu untuk istirahat terlebih dahulu. Kata kunci untuk meminimalkan penolakan dari partisipan adalah dengan membina trust dengan partisipan sehingga proses wawancara dapat mengalir secara alamiah. Seorang peneliti kualitatif harus memperhatikan etika penelitian dengan mempertimbangkan kebermanfaatan dan risiko ketidaknyamanan untuk mencegah terjadinya tuntutan hukum di kemudian hari.

      Hapus
    2. Disarankan wawancara dilakukan minimal 2x untuk setiap partisipan. Wawancara pertama dengan agenda utama membina trust dan pertemuan selanjutnya dengan agenda eksplorasi sesuai dengan tujuan. Namun bukan berarti membina trust hanya di pertemuan 1. Trust harus dibina dan dipertahankan hingga akhir pertemuan/wawancara.

      Hapus
  6. Ijin bertanya unt kelompok : bagaimana trik n tip untuk qt sebagai peneliti bisa menjadi pendengar aktif dalam proses wawancara..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beberapa tips dan trick supaya kita bisa menjadi pendengar aktif dalam wawancara adalah dengan menggunakan bahasa tubuh yang tepat untuk menunjukkan kita sedang memperhatikan, tetap mempertahankan kontak mata yang nyaman, memberikan respons yang mendukung partisipan, memfokuskan perhatian pada apa yang sedang dibahas, bersifat terbuka dan melibatkan diri dalam wawancara tanpa terkesan menyelidiki. Demikian sedikit tips yang bisa dipakai Bu Indanah.

      Hapus
    2. Menurut DeJonckheere & Vaughn, (2019), mendengar aktif dilakukan dengan penuh perhatian, empati, tidak judgemental, mendengarkan untuk terus memancing pembicaraan, diam sambil menunjukkan ekspresi, dan senyuman membuat partisipan dapat menyampaikan data lebih baik. Dalam wawancara, yang lebih banyak berbicara adalah partisipan. Demikian bu Indanah....

      Hapus
    3. Trimaksih informasi nya pak toni , mba dita.. 🙏

      Hapus
    4. terima kasih bu indanah atas pertanyaannya
      Ijin menjawab bu,

      tip dan trik sebagai peneliti kualitatif dalam proses wawancara adalah
      -adanya keterikatan emosi antara ke duanya (pewawancara dan orang yang diwawancarai), untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara pewawancara dan yang diwawancarainya.

      Menurut Willard Harley, salah satu dari 10 kebutuhan emosional individu yang paling umum adalah kebutuhan akan “percakapan intim”. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan mempunyai percakapan yang melibatkan ketertarikan yang sama dan keinginan untuk mendengarkan satu sama lain. Lebih dari itu, percakapan yang intim membutuhkan pemberian dan penerimaan perhatian yang penuh.

      -Bagaimana Menjadi Pendengar Yang Aktif
      Mendengarkan tanpa menghakimi atau mengambil sisi. Cobalah untuk mengerti situasi dari sudut pandang orang lain.
      -Biarkan pembicara menyelesaikan pemikirannya tanpa interupsi. Biasanya akan terdapat beberapa detik keheningan, tetapi itu merupakan hal yang lumrah. Berlatihlah untuk tahu seberapa lama menunggu sebelum menyampaikan respon balik. Jika tidak yakin, lebih baik menunggu terlalu lama dibandingkan terlalu cepat dan menginterupsi pemikiran dari lawan bicara.
      -Tunjukkan bahwa perhatianmu terfokus. Gunakan kontak mata, sedikit condongkan badan ke lawan bicara ketika sesuatu menarik perhatianmu, atau berikan senyum ketika bercanda.
      -Ulangi apa yang kamu dengar dengan melakukan parafrase jika kamu ragu kamu tidak mengerti dengan akurat.
      -Berikan pertanyaan jika kamu tidak mengerti apa yang diucapkan lawan bicara terutama jika kamu ingin mengerti poin utama dari yang dikatakannya.
      Berikan ringkasan singkat untuk mengindikasikan kamu telah mendengar dengan akurat dan mengerti apa yang dikatakan oleh lawan bicara.

      Apa Yang Harus Dihindari Ketika Mendengarkan Secara Aktif
      -Menginterupsi di tengah kalimat. Bahkan jika ada jeda yang lama, biarkan lawan bicara menyelesaikan kalimatnya.
      -Tidak membuat kontak mata. Sesekali memutus kontak mata itu normal, akan tetapi kontak mata yang terlalu sedikit menandakan kamu tidak memberi perhatian.
      -Memburu-buru lawan bicara. Terkadang lawan bicara memang yang suka memberikan detail yang berlebihan atau berputar-putar, akan tetapi gunakan cara yang sopan untuk mendorong mereka ke poin selanjutnya.
      -Berbagi perhatian dengan pemikiran lain dan kehilangan fokus. Jika kamu kelihatan tidak memberikan perhatian, maka lawan bicara akan merasa frustrasi -karena merasa tidak didengarkan.
      Terlalu berfokus pada suatu detail, atau menanyakan berlebihan tentang sesuatu yang yang tidak menjadi poin utama dari apa yang dikatakan lawan bicara.
      -Tiba-tiba mengganti topik.
      -Mengolok-olok atau membuat komentar sarkastik yang tidak berhubungan dengan topik pembicaraan.
      -Mendengarkan hanya untuk memikirkan apa yang akan menjadi responmu. Mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian sepenuhnya untuk mengerti apa yang dikatakan, bukan untuk memberikan respon balik. Kamu akan mempunyai respon secara natural jika kamu telah mendengarkan dengan baik.

      Hapus
  7. terima kasih untuk share ilmunya, ijin bertanya bagaimana strategi melakukan wawancara dimasa pandemi dengan pembatasan waktu, dan juga jarak. apakah ada strategi yang lain yang dapat digunakan untuk memkasimalkan hasil wawancara. terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pada kondisi pandemi yg mengharuskan kita melakukan pembatasan sosial, alternatifnya adalah dengan cara melakukan video call melalui aplikasi yang sudah familiar atau biasa digunakan oleh partisipan. Agar bisa dilakukan dengan baik, harus dipastikan dulu dengan melakukan uji coba supaya wawancara virtual berjalan dengan baik. Peneliti tetap perlu melakukan pencatatan respons pasien selama wawancara secara virtual. Semoga bisa menjadi alternatif melakukan wawancara selama pandemi.

      Hapus
    2. terima kasih ners ijin menjawab

      strategi melakukan wawancara dimasa pandemi yaitu Para Peneliti dituntut untuk memiliki solusi kreatif dan keterampilan baru,di satu sisi, validitas datanya tetap bisa akuntabel. Dalam teknik pengumpulan data;

      Para Peneliti perlu merancang desain protokol wawancara. Misalnya dengan melakukan teknik wawancara melalui daring. Selain itu, peneliti bisa melakukan pengumpulan data mulai dengan dokumen google/studi literatur dan diskusi melalui google meet atau zoom. Dalam kondisi seperti ini, peneliti perlu meminta izin (sikap etis) untuk menggunakan semua obrolan sebagai data, setelahnya, peneliti dapat mengolah dan menggunakan data.

      Hapus
  8. Trik wawancara saat pandemi
    1. Kl wawancara langsung tetap perketat protol kesehatan, sebelim wawancara kalau memungkinkan bisa tes antigen dulu
    2. Wawancara lanjutan dapat menggunakan telepon atau video conference yg bs direkam sekaligus dengan tetap menjga prinsip keamanan, kerahasiaan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kel 1_FGD dan Studi Dokumen