METODE PENGUMPULAN DATA RISET KUALITATIF: WAWANCARA
A.
Jenis Wawancara dan
Kaitannya dengan Desain Riset Kualitatif
Banyak pakar dalam penelitian
kualitatif nampaknya memiliki pendapat yang sama bahwa wawancara merupakan metode pengumpulan data yang paling sering
digunakan dalam penelitian kualitatif (DeJonckheere & Vaughn, 2019;
Rachmawati, 2007; Bloom & Crabtree, 2006). Wawancara pada penelitian
kualitatif memiliki aturan yang lebih ketat dibandingkan dengan wawancara pada
aktivitas lain. Pada penelitian kualitatif, wawancara ditujukan untuk
mendapatkan informasi dari satu sisi saja, sehingga hubungannya adalah asimetris
(Rachmawati, 2007).
Berkembangnya penelitian kualitatif
dari berbagai keilmuan dan tujuan yang bervariasi dari penelitian kualitatif
menjadi salah satu alasan mengapa wawancara memiliki variasi yang cukup banyak.
Mulai dari wawancara yang sangat berstruktur, semi terstruktur sampai wawancara
yang tidak berstruktur. Teknik wawancara yang mana yang akan dipilih oleh
seorang peneliti kualitatif tentunya akan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan
penelitian dan tujuan penelitiannya. Desain penelitian kualitatif biasanya
membutuhkan wawancara yang tidak berstruktur dan semi terstruktur. wawancara
terstruktur jarang digunakan dalam penelitian kualitatif dan cenderung
digunakan dalam penelitian kuantitatif (Rachmawati, 2007; Bloom & Crabtree,
2006).
Wawancara semi terstruktur secara
umum bertujuan untuk mengumpulkan data dari informan yang memiliki pengalaman,
perilaku, persepsi, dan kepercayaan terkait topik yang diteliti. Peneliti dapat
menggunakan wawancara semi terstruktur untuk mengumpulkan data baru atau eksplorasi,
triangulasi sumber data lain atau memvalidasi temuan melalui member checking. Jika menggunakan mix method, maka wawancara semi
terstruktur dapat digunakan pada tahap
kualitatif untuk mengeksplorasi konsep untuk menghasilkan hipotesis (DeJonckheere
& Vaughn, 2019) .
Wawancara semi terstruktur juga
dapat digunakan pada kelompok. umumnya wawancara seperti ini biasanya dilakukan
dalam satu kali wawancara yang berlangsung sekitar 30 menit. Wawancara dalam
kelompok seringnya dilakukan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD). Tetapi
penting untuk dipahami bahwa setiap fokus grup mewakili satu entitas dalam
sampel kelompok. Dengan demikian FGD bukanlah wawancara dengan individu yang
berbeda dan bukan jalan pintas untuk mengumpulkan data dari beberapa individu
secara bersamaan (Bloom & Crabtree, 2006).
Wawancara tidak berstruktur
memberikan cara bagi peneliti untuk memahami pandangan dunia informan secara
tidak terstruktur. Beberapa karakteristik wawancara mendalam adalah bahwa
peneliti memiliki tujuan umum dan dapat menggunakan panduan topik tetapi informan
memberikan sebagian besar struktur wawancara. Umumnya peneliti menindaklanjuti
'isyarat' atau petunjuk yang diberikan oleh informan. Namun demikian, pada
kenyataannya setiap peneliti tidak ada yang benar benar tidak berstruktur
tetapi relatif tidak berstruktur. Penelitian-penelitian dengan desain etnografi
sering menggunakan pendekatan wawancara seperti ini (Mather, Fox and Hunn,
2002).
B.
Pedoman Etik Wawancara
Dalam melakukan
wawancara terhadap partisipan perlu diperhatikan etik wawancara. partisipan
merupakan sumber utama dalam penelitian kualitatif sehingga harus terlindungi
dengan baik saat berlangsungnya penelitian. Menurut Marvati (2004) etik
wawancara yang harus dijaga selama wawancara kualitatif adalah :
- Partisipan berpartisipasi secara sukarela
Keikutsertaan dalam
wawancara yang didasari pada rasa sukarela merupakan perwujudan dalam etik
penelitian independen. Dalam konsep dasar etik partisipan tidak boleh dipaksa
dalam keikutsertaan penelitian sebagai hak dasar yang harus dipenuhi. Disisi lain
keikutsertaan partisipan secara sukarela akan lebih banyak mengeksplorasi
informasi lebih mendalam karena partisipan merasa tidak tertekan dan merasa
nyaman. partisipan yang suka rela juga akan sangat membantu peneliti untuk
memperoleh jawaban yang sebenarnya karena partisipan mempunyai kepercayaan yang
baik terhadap peneliti saat wawancara.
2. Partisipan harus
Perlindungan atas informan
Partisipan yang akan
diwawancarai terkadang tidak tahu atau tidak menyadari terhadap bahaya yang
dapat ditimbulkan dari informasi yang diberikan, karena partisipan ini kadang
beranggapan bahwa informasi yang diberikan itu hal biasa dan sangat percaya kepada
peneliti untuk tidak disebarluaskan. Peneliti harus melindungi partisipan yang
memberikan informasi baik partisipan menyadari atau tidak dari adanya bahaya
informasi yang diberikan karena ini merupakan hak dasar dari partisipan yang
harus dipenuhi dengan baik. informasi-informasi yang disampaikan oleh
partisipan terutama dengan wawancara yang mendalam kebanyakan berkaitan dengan
hal-hal yang sensitif baik untuk partisipan maupun pihak lain yang terkait.
- Partisipan harus terjaga kerahasiaanya serta tidak menyebutkan
nama
Partisipan harus terjaga
kerahasiaanya secara baik untuk tidak dapat diakses oleh pihak lain, karena
saat wawancara bisa saja informasi yang partisipan akan diketahui oleh orang
lain sehingga sangat mungkin untuk disalahgunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan
apalagi kalau informasi tersebut berkaitan dengan privasi kehidupan informan.
Dengan dalih dan alasan apapun informasi yang disampaikan informan tidak boleh
disampaikan oleh pihak lain meskipun itu masih keluarga dekat dengan peneliti.
Menjaga kerahasiaan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: tidak
menulis nama asli, tidak menunjukkan identitas lengkap serta tidak memberikan
kata petunjuk identitas informan. .
- Wawancara yang dilakukan mempunyai manfaat bagi
partisipan
Wawancara yang dilakukan
oleh peneliti harus mempunyai manfaat juga untuk informan. Manfaat tersebut
dapat berupa berkurangnya beban psikis yang dialami oleh informan selama ini
sampai dengan manfaat tindak lanjut dari informasi yang diberikan dapat
membantu persoalan yang dihadapi oleh partisipan. partisipan juga dapat
memperoleh manfaat berupa pemberian reward dari pemberian informasi.
C.
Persiapan Wawancara
Sebelum melakukan wawancara,
terdapat persiapan yang harus dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara.
Persiapan wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut
(Afiyanti dan Rachmawati, 2014 & Mathers, et.al, 1998):
- Menyusun
naskah wawancara (interview script)
Naskah diperlukan sebagai pedoman
dalam proses wawancara agar saling berkaitan satu sama lain. Naskah wawancara
disebut juga dengan protokol wawancara. Naskah wawancara dapat dibuat rinci
walaupun tidak perlu diikuti secara ketat dan kemudian dapat direvisi jika ada
ide yang muncul setelah wawancara. Dalam wawancara, pedoman juga berfungsi
sebagai pengingat atau pengendali bagi pewawancara atau peneliti saat wawancara
untuk tetap pada pencapaian tujuan penelitian. Terdapat beberapa hal yang
penting diperhatikan pada naskah wawancara antara lain:
a.
Berisi
beberapa topik penelitian atau berisi urutan pertanyaan secara rinci
b.
Bentuk
pertanyaan:
1)
Pertanyaan
harus dapat dijawab
2)
Pertanyaan
yang mengarah (leading question)
harus dihindari
3)
Kata
atau frase yang tidak dimengerti partisipan harus dihindari
4)
Pertimbangkan
kata atau frase yang memiliki makna berbeda pada orang yang berbeda (misal,
bahasa daerah)
5)
Perhatikan
dalam penggunaan kata-kata yang memiliki objektivitas tinggi dan sarat akan
nilai (misal, kata “bagus” atau “puas” harus dilanjutkan lagi dengan pertanyaan
pengertian dari “bagus” atau “puas” tersebut)
6)
Pertanyaan
pertama harus pertanyaan yang dapat dijawab partisipan tanpa kesulitan. Hal
tersebut akan membuat partisipan tenang dan terbuka untuk menjawab
7)
Jenis
pertanyaan yang menggunakan kata “bagaimana”, ditanyakan setelah mendapatkan
jawaban terhadap pertanyaan dengan kata “apa” dan “mengapa”
c.
Terdiri
dari 4-5 halaman (tergantung pada tujuan penelitian dan jumlah pertanyaan)
d.
Identitas
atau data partisipan pada bagian awal naskah
e.
Daftar
pertanyaan, diberi jarak untuk menuliskan jawaban partisipan dan catatan
lapangan. Pertanyaan dapat dievaluasi secara dimensi tematik (mengevaluasi
hasil pengetahuan yang dihasilkan) dan dimensi dinamik (mengevaluasi tingkat
interaksi pewawancara dan partisipan).
f.
Siapkan
alat bantu rekam proses wawancara
- Melakukan
kontrak waktu dan lokasi wawancara dengan partisipan
Peneliti sebaiknya melakukan kontrak
dengan partisipan tentang waktu kapan, berapa lama dan dimana akan melakukan
wawancara. Sesuaikan tiga hal tersebut dengan ketersediaan partisipan.
Disarankan pada setiap pertemuan tidak lebih dari satu jam (Afiyanti & Rachmawati,
2014). Waktu pelaksanaan wawancara harus mempertimbangkan kebutuhan partisipan.
Misal, jika partisipan adalah pasien di rumah sakit maka waktu yang dipilih
untuk wawancara adalah waktu diluar kunjungan pasien dan tindakan-tindakan
perawatan. Lokasi wawancara perlu memperhatikan kondusifnya lingkungan dan
privasi partisipan.
D.
Peran Peneliti dalam
Metode Wawancara
Peneliti dalam proses wawancara
penelitian kualitatif mempunyai peran penting yang harus disadari oleh agar
proses wawancara dapat berlangsung dengan baik, tidak menegangkan, sehingga
wawancara mengalir apa adanya sesuai dengan tujuan penelitian. Peran peneliti
dalam proses wawancara penelitian kualitatif adalah
- Berusaha
mempertahankan wawancara yang dilakukan bisa tetap berlangsung
- Mencermati
dan memperhatikan bagaimana partisipan bereaksi terhadap pertanyaan
peneliti
- Memberikan
umpan balik yang sesuai untuk menjaga proses wawancara berjalan dua arah
(Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Dalam proses wawancara peneliti dapat menggunakan pertanyaan prompt dan probe untuk membantu mengurangi kecemasan partisipan dan peneliti tetapi tetap dapat mengeksplorasi makna dari pengalaman hidup yang telah dilalui. Peneliti harus lebih mengutamakan eksplorasi bukan melakukan investigasi. Cara peneliti duduk, kontak mata, dan posisi tubuh yang condong kedepan memudahkan terjadinya refleksi. Seorang peneliti kualitatif yang baik, agar mampu menjalankan proses wawancara dengan optimal harus mempunyai ketrampilan komunikasi yang baik, selain ketrampilan menyusun kata dan mendengarkan secara aktif (Rachmawati, 2007).
E.
Meningkatkan Efektifitas
Wawancara
Sebuah studi
yang dilakukan oleh DeJonckheere & Vaughn, (2019) menunjukkan beberapa cara
agar proses wawancara berjalan efektif, sebagai berikut:
- Tempat wawancara dan Set up ruangan
Pewawancara sebaiknya telah
melakukan perjanjian dengan partisipan di waktu dan tempat yang sesuai. Tempat
wawancara sebaiknya terdesain menjaga privasi, idealnya dengan pintu tertutup
daripada di ruang publik. Ini akan sangat membantu partisipan berbicara dengan
tetap menjaga kerahasiaan tanpa adanya interupsi atau gangguan dari luar.
Ruangan yang tenag juga sangat membantu mendapatkan rekaman audio yang sangat
jelas.
- Memulai
wawancara dengan baik
Beberapa pewawancara memulai dengan
membangun hubungan saling percaya dengan partisipan. Pewawancara kemudian
menyampaikan penjelasan penelitian dan tujuan penelitian, informed consent,
manfaat, dan agenda wawancara. Ini akan sangat membantu pewawancara menjelaskan
background pewawancara.
- Sikap
Pewawancara
Selama wawancara, pewawancara harus bersikap ramah dan tidak
judgemental. Selama wawancara pasti membutuhkan percakapan yang hangat dan
mengalir, selama tidak ada sikap tersebut maka proses wawancara tidak berjalan
efektif.
- Jadilah
pendengar aktif
Selama wawancara tatap muka,
terdapat kesempatan untuk melakukan observasi lingkungan dan bahasa non-verbal.
Selama wawancara mendengar aktif adalah kunci mendapatkan data yang lengkap.
Mendengar aktif dilakukan dengan penuh perhatian, empati, tidak judgemental,
mendengarkan untuk terus memancing pembicaraan, diam sambil menunjukkan
ekspresi, dan senyuman membutat partisipan dapat menyampaikan data lebih baik.
- Menghidupkan
suasana selama proses wawancara
Selama proses wawancara, pewawancara dapat mengulang kata yang diucapkan oleh partisipan, gunakan pertanyaan yang terus menggali informasi sekaligus mengklarifikasi.
F.
Tahapan Melakukan
Wawancara
Wawancara merupakan
salah satu metode pengumpulan data
dalam penelitian, terutama penelitian kualitatif. Ada beberapa
jenis wawancara yang perlu dipahami, sebelum memutuskan akan menggunakan yang
mana, bergantung pada pertanyaan penelitian yang hendak
dijawab. Jenis pertanyaan juga menggambarkan informasi yang akan diperoleh.
Meskipun wawancara dianggap hal yang biasa namun pada penelitian, kegiatan ini
berbeda dengan percakapan sehari- hari. Jika
penelitian mengharuskan kolega sebagai partisipan, proses wawancara tidaklah
semulus yang dibayangkan. Beberapa kendala
seperti kesalahpahaman juga dapat timbul. Diperlukan teknik
tersendiri untuk mengurangi kendala tersebut. Melakukan wawancara dengan
mengikuti tahapan prosedur merupakan hal penting agar hasil wawancara tidak
mengecewakan. Sebagai perawat, sesungguhnya sudah mempunyai bekal kemampuan
konseling untuk lebih menguasai keterampilan
melakukan wawancara dalam memperoleh data seperti yang diharapkan
Creswell (1998)
menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut
ini:
- Identifikasi para
partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih.
- Tentukan jenis
wawancara yang akan dilakukan dan informasi apa
yang relevan dalam
menjawab pertanyaan penelitian.
- Siapkan alat
perekam yang sesuai, misalnya mike untuk pewawancara maupun partisipan.
Mike harus cukup sensitif merekam pembicaraan terutama bila ruangan tidak
memiliki struktur akustik yang baik dan ada banyak pihak yang harus
direkam.
- Cek kondisi alat
perekam, misalnya baterainya. Kaset harus kosong dan tepat pada pita hitam
bila mulai merekam. Jika perekaman dimulai, tombol perekam sudah ditekan
dengan benar.
- Susun protokol
wawancara, panjangnya kurang lebih empat sampai lima halaman dengan
kira-kira lima pertanyaan terbuka dan sediakan ruang yang cukup di antara
pertanyaan untuk mencatat
respon terhadap komentar partisipan.
- Tentukan tempat
untuk melakukan wawancara. Jika mungkin ruangan cukup tenang, tidak ada
distraksi dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti dan
partisipan duduk berhadapan dengan
perekam berada di antaranya, sehingga suara suara keduanya dapat
terekam baik. Posisi ini juga membuat peneliti mudah mencatat ungkapan non
verbal partisipan, seperti tertawa, menepuk kening, dsb.
- Berikan inform
consent pada calon partisipan.
- Selama wawancara,
sesuaikan dengan pertanyaan, lengkapi pada waktu tersebut (jika mungkin),
hargai partisipan dan selalu
bersikap sopan santun. Pewawancara yang baik adalah
yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.
Byrne
(2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda pengumpulan
data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab
dengan tepat oleh partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan untuk
menggambarkan satu proses
yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi wawancara, misalnya
mewawancarai pengalaman ayah selama prosedur seksio sesarea perlu dilakukan
dalam 48 jam setelah persalinan dan kemudian antara satu hingga dua bulan
berikutnya.
Wawancara
perlu dilakukan lebih dari dua kali karena dua alasan utama. Pertama adalah
pendekatan pengetahuan temporal. Istilah temporal maksudnya adalah istilah
filosofis yang mendefinisikan bagaimana situasi dan pengetahuan orang saat itu
dipengaruhi oleh pengalamannya dan bagaimana situasi saat itu akan menentukan
masa depannya. Alasan kedua adalah untuk memenuhi kriteria rigor (ketepatan). Selain itu, peneliti dapat mengkonfirmasi
atau mengklarifikasi informasi yang ditemukan pada wawancara pertama. Melalui
pertemuan ini hubungan
saling percaya semakin meningkat sehingga dapat menyingkap pengalaman atau perasaan
partisipan yang lebih pribadi
Teman-teman, disilahkan untuk bertanya kepada kelompok terhadap penjelasan wawancara ini. Terima kasih.
Referensi:
Afiyanti, Y. & Rachmawati, IN. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Press.
Byrne, M. (2001). Interviewing as a data collection method. Association of Operating Room
Nurses. AORN Journal; 74, 2: 233-234.
Creswell, J.W. (1998). Qualitative inquiry& research design: Choosing among five traditions Thousand Oaks: Sage Publication.
DeJonckheere M, Vaughn LM. (2019). Semistructured
interviewing in primary care research: a balance of relationship and rigour. Fam Med Com Health.
doi:10.1136/fmch-2018-000057
Mathers, Nigel; Fox, Nick & Hunn, Amanda. (1998). Trent Focus for Research and Development in
Primary Health Care: Using Interviews in a Research Project. Trent Focus.
Marvasti, Amir B. (2004). Qualitative Research in Sociology. Sage
Rachmawati IN. 2007. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif: wawancara. Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 35-40.
Materi yang sangat menarik, ijin bertanya ya
BalasHapusapakah yang membedakan metode pengumpulan data antara wawancara dengan metode lainnya dalam riset kualitatif?apa kelebihan dan kekurangannya dibanding metode pengumpul data lainnya?
Terimakasih
terima kasih bu tuti atas pertanyaannya ijin menjawab bu
HapusWawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal.LEMBAR METODOLOGI Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar dari informal ke formal. Walaupun semua percakapan mempunyai aturan peralihan tertentu ataukendali oleh satu atau partisipan lainnya, aturan padawawancara penelitian lebih ketat. Tidak seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja, olehkarena itu hubungan asimetris harus tampak. Peneliti cenderung mengarahkan wawancara pada penemuan perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan. (Rachmawati IN. 2007)
Kelebihan dan Kekurangannya dibanding dengan metode lainnya
Kelebihan Wawancara:
-Hasil wawancara secara kualitas dapat dipertanggungjawabkan
-Mempunyai nilai Yang tinggi
-Semua kesalahpahaman dapat dihindari
-Pertanyaan yang telah disiapkan dapat dijawab oleh narasumber dengan ---penjelasan-penjelasan tambahan
-Setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut
-Informasi yang diperoleh langsung dari sumber pertama
Kelemahan Wawancara
-Data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas
-Memakan waktu dan biaya yang besar jika, dilakukan dalam suatu wilayah yang luas
Terimakasih jawabannya bu inggrid
HapusTerimkah bu Tuti kalau wawancara kualitatif itu tidak dibatasi pada item tertentu, penelitu bisa melakukan eksplorasi banyak hal termasuk hal yang sifatnya sensitif. Wawancara pada penelitian lain terbatasi pada hal-hal yang sudah ditentukan, tidak bisa eksplorasi mendalam
BalasHapusIjin bertanya pak sukarmin.. unt kelompon 3..
HapusItem wawancara sesuai yg d sp kan tidak d batasi... Apakah hal tersebut tidak buat topik wawancara menjadi melebar dan melenceng dr tujuan utama penelitian?
Mohon penjelasannya.. trimakasih..
Trimakasih bu Indanah, yg saya maksut pembatasan itu ada pertanyaan tertentu yg sudah di desain sebelum peneliyian. Kalau penelitian kualitatif rambu- rambu peetanyaanya adalah tujuan penelitian. Sehingga lebih dapat mengeksplorasi
HapusSiap pak.. trimakasih..
Hapussepakat... yang jadi patokannya adalah pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian sehingga bisa menjadi guide pada saat melakukan wawancara
HapusIzin bertanya, jika melakukan FGD apakah ada kriteria khusus pada partisipan yang akan terlibat? Dan berapa minimal atau maksimal peserta FGD? Terima kasih.
BalasHapusterimakasih mbak arianti, mungkin nanti lebih detail tentang FGD bisa kita simak bersama di pennjelasan kelompok 1 ya, tetapi di materi tentang wawancara juga memang disinggung bahwa wawancara juga bisa dilakukan pada kelompok tidak hanya perorangan, dan salah satu bentuknya wawancara pada kelompok tersebut adalah FGD. FGD banyak disinggung pada penjelasan tentang wawancara semi terstruktur sehingga masih tetap terarah tetapi fleksibel.
HapusBaik Bu Ani, terimakasih. Boleh tanya satu lagi ya... Jika kita melakukan wawancara di rumah pasien yang sempit dan sangat ramai, bagaimana men-setting tempat sehingga nyaman untuk wawancara? Apakah memang sebaiknya kita ajak ke tempat yang disetting khusus untuk wawancara?
HapusMenurut saya bisa kita lakukan seperti itu bu Ari selama unsur keamanan, kerahasiaan informasi dan kenysmanan partisipan terpenuhi
HapusTerima kasih pertanyaannya bu Arianti... Jika masih memungkinkan pindah ke tempat yang lebih tenang untuk wawancara, sebaiknya pindah tempat. Dapat ditanyakan dahulu ke partisipan apakah berkenan untuk pindah ke tempat yang lebih tenang. Idealnya, saat wawancara dibutuhkan tempat tenang yang dapat merekam percakapan dengan baik. Privasi juga harus dijaga demi kenyamanan bersama. Namun jika antara partisipan dan pewawancara berlawanan jenis, sebaiknya tidak dalam ruangan tertutup dan hanya berdua saat wawancara (mempertimbangkan budaya dan kepercayaan).
HapusTk atas sharingnya ya. Mohon izin bertanya, apakah ada kriteria khusus kapan dilakukan wawancara terstruktur ataupun tidak terstruktur ? Apa kelemahan dan kelebihan dari 2 teknik tersebut ? Tk ya
BalasHapusTerimakasih bu Ratna pertanyaan yg terstruktur lebih mudah mengontrol saat wawancara, waktu yg dibutuhkan lebih efisien. Kelemahan terstruktur daya eksplorasinya terbatas. Kalau tidak terstruktur sebaliknya..silahkan teman-teman kalau menambahkan
HapusTrimakasih pertanyaannya mb Ratna, kapan kita menggunakan pendekatan wawancara terstruktur atau tidak terstruktur ditentukan oleh fenomena yang akan kita explore dan tujuan dari penelitian kita. Pada pendekatan wawancara tidak terstruktur kita hanya menggunakan kata kunci dari fenomena yang kita teliti sehingga kita bisa mendapatkan data yang sangat kaya, tetapi juga berpotensi mendapatkan banyak data pula yang tidak berguna, tergantung dari pengalaman yang dipunyai peneliti. Sedangkan pada wawancara terstruktur kita akan mendapatkan data yang kurang kaya karena setiap partisipan akan mendapatkan pertanyaan yang sama dan urutan yang sama.
Hapusdidalam makalah dijelaskan walaupun tidak tersurat tetapi dapat diambil kesipulan menurut saya ya kalau untuk penelitian seperti fenomenologi masih memungkinkan menggunakan yang semi terstruktur, sedangkan ethno dan grounded misalnya itu lebih menggunakan pendekatan tidak terstruktur. sedangkan yang terstruktur jarang digunakan didalam penelitian kualitatif karena secara umum tujuan dari penelitian kualitatif adalah melakukan eksplorasi dan pendalaman data.
HapusIjin bertanya kelompok wawancara : Adakah batasan waktu wawancara untuk setiap partisipan ? Apakah kiat peneliti jika partisipan melakukan penolakan secara halus untuk diwawancarai tetapi informasi yang ingin didapat belum utuh ? Apakah yang peneliti lakukan jika wawancara yang dilakukan menimbuikan ketidaknyamanan secara psikologis bagi partisipan dan partisipan tidak terima dan berencana melakukan tuntutan hukum dengan dalih perbuatan tidak menyenangkan ? Terima kasih
BalasHapusWaktu ideal untuk satu kali sesi wawancara sekitar 45-60 menit, dengan tetap mempertimbangkan kondisi partisipan terutama bila wawancara dapat berdampak pada kondisi fisiknya, dapat diberikan jeda waktu untuk istirahat terlebih dahulu. Kata kunci untuk meminimalkan penolakan dari partisipan adalah dengan membina trust dengan partisipan sehingga proses wawancara dapat mengalir secara alamiah. Seorang peneliti kualitatif harus memperhatikan etika penelitian dengan mempertimbangkan kebermanfaatan dan risiko ketidaknyamanan untuk mencegah terjadinya tuntutan hukum di kemudian hari.
HapusDisarankan wawancara dilakukan minimal 2x untuk setiap partisipan. Wawancara pertama dengan agenda utama membina trust dan pertemuan selanjutnya dengan agenda eksplorasi sesuai dengan tujuan. Namun bukan berarti membina trust hanya di pertemuan 1. Trust harus dibina dan dipertahankan hingga akhir pertemuan/wawancara.
HapusIjin bertanya unt kelompok : bagaimana trik n tip untuk qt sebagai peneliti bisa menjadi pendengar aktif dalam proses wawancara..
BalasHapusBeberapa tips dan trick supaya kita bisa menjadi pendengar aktif dalam wawancara adalah dengan menggunakan bahasa tubuh yang tepat untuk menunjukkan kita sedang memperhatikan, tetap mempertahankan kontak mata yang nyaman, memberikan respons yang mendukung partisipan, memfokuskan perhatian pada apa yang sedang dibahas, bersifat terbuka dan melibatkan diri dalam wawancara tanpa terkesan menyelidiki. Demikian sedikit tips yang bisa dipakai Bu Indanah.
HapusMenurut DeJonckheere & Vaughn, (2019), mendengar aktif dilakukan dengan penuh perhatian, empati, tidak judgemental, mendengarkan untuk terus memancing pembicaraan, diam sambil menunjukkan ekspresi, dan senyuman membuat partisipan dapat menyampaikan data lebih baik. Dalam wawancara, yang lebih banyak berbicara adalah partisipan. Demikian bu Indanah....
HapusTrimaksih informasi nya pak toni , mba dita.. 🙏
Hapusterima kasih bu indanah atas pertanyaannya
HapusIjin menjawab bu,
tip dan trik sebagai peneliti kualitatif dalam proses wawancara adalah
-adanya keterikatan emosi antara ke duanya (pewawancara dan orang yang diwawancarai), untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara pewawancara dan yang diwawancarainya.
Menurut Willard Harley, salah satu dari 10 kebutuhan emosional individu yang paling umum adalah kebutuhan akan “percakapan intim”. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan mempunyai percakapan yang melibatkan ketertarikan yang sama dan keinginan untuk mendengarkan satu sama lain. Lebih dari itu, percakapan yang intim membutuhkan pemberian dan penerimaan perhatian yang penuh.
-Bagaimana Menjadi Pendengar Yang Aktif
Mendengarkan tanpa menghakimi atau mengambil sisi. Cobalah untuk mengerti situasi dari sudut pandang orang lain.
-Biarkan pembicara menyelesaikan pemikirannya tanpa interupsi. Biasanya akan terdapat beberapa detik keheningan, tetapi itu merupakan hal yang lumrah. Berlatihlah untuk tahu seberapa lama menunggu sebelum menyampaikan respon balik. Jika tidak yakin, lebih baik menunggu terlalu lama dibandingkan terlalu cepat dan menginterupsi pemikiran dari lawan bicara.
-Tunjukkan bahwa perhatianmu terfokus. Gunakan kontak mata, sedikit condongkan badan ke lawan bicara ketika sesuatu menarik perhatianmu, atau berikan senyum ketika bercanda.
-Ulangi apa yang kamu dengar dengan melakukan parafrase jika kamu ragu kamu tidak mengerti dengan akurat.
-Berikan pertanyaan jika kamu tidak mengerti apa yang diucapkan lawan bicara terutama jika kamu ingin mengerti poin utama dari yang dikatakannya.
Berikan ringkasan singkat untuk mengindikasikan kamu telah mendengar dengan akurat dan mengerti apa yang dikatakan oleh lawan bicara.
Apa Yang Harus Dihindari Ketika Mendengarkan Secara Aktif
-Menginterupsi di tengah kalimat. Bahkan jika ada jeda yang lama, biarkan lawan bicara menyelesaikan kalimatnya.
-Tidak membuat kontak mata. Sesekali memutus kontak mata itu normal, akan tetapi kontak mata yang terlalu sedikit menandakan kamu tidak memberi perhatian.
-Memburu-buru lawan bicara. Terkadang lawan bicara memang yang suka memberikan detail yang berlebihan atau berputar-putar, akan tetapi gunakan cara yang sopan untuk mendorong mereka ke poin selanjutnya.
-Berbagi perhatian dengan pemikiran lain dan kehilangan fokus. Jika kamu kelihatan tidak memberikan perhatian, maka lawan bicara akan merasa frustrasi -karena merasa tidak didengarkan.
Terlalu berfokus pada suatu detail, atau menanyakan berlebihan tentang sesuatu yang yang tidak menjadi poin utama dari apa yang dikatakan lawan bicara.
-Tiba-tiba mengganti topik.
-Mengolok-olok atau membuat komentar sarkastik yang tidak berhubungan dengan topik pembicaraan.
-Mendengarkan hanya untuk memikirkan apa yang akan menjadi responmu. Mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian sepenuhnya untuk mengerti apa yang dikatakan, bukan untuk memberikan respon balik. Kamu akan mempunyai respon secara natural jika kamu telah mendengarkan dengan baik.
terima kasih untuk share ilmunya, ijin bertanya bagaimana strategi melakukan wawancara dimasa pandemi dengan pembatasan waktu, dan juga jarak. apakah ada strategi yang lain yang dapat digunakan untuk memkasimalkan hasil wawancara. terima kasih
BalasHapusPada kondisi pandemi yg mengharuskan kita melakukan pembatasan sosial, alternatifnya adalah dengan cara melakukan video call melalui aplikasi yang sudah familiar atau biasa digunakan oleh partisipan. Agar bisa dilakukan dengan baik, harus dipastikan dulu dengan melakukan uji coba supaya wawancara virtual berjalan dengan baik. Peneliti tetap perlu melakukan pencatatan respons pasien selama wawancara secara virtual. Semoga bisa menjadi alternatif melakukan wawancara selama pandemi.
Hapusterima kasih ners ijin menjawab
Hapusstrategi melakukan wawancara dimasa pandemi yaitu Para Peneliti dituntut untuk memiliki solusi kreatif dan keterampilan baru,di satu sisi, validitas datanya tetap bisa akuntabel. Dalam teknik pengumpulan data;
Para Peneliti perlu merancang desain protokol wawancara. Misalnya dengan melakukan teknik wawancara melalui daring. Selain itu, peneliti bisa melakukan pengumpulan data mulai dengan dokumen google/studi literatur dan diskusi melalui google meet atau zoom. Dalam kondisi seperti ini, peneliti perlu meminta izin (sikap etis) untuk menggunakan semua obrolan sebagai data, setelahnya, peneliti dapat mengolah dan menggunakan data.
Trik wawancara saat pandemi
BalasHapus1. Kl wawancara langsung tetap perketat protol kesehatan, sebelim wawancara kalau memungkinkan bisa tes antigen dulu
2. Wawancara lanjutan dapat menggunakan telepon atau video conference yg bs direkam sekaligus dengan tetap menjga prinsip keamanan, kerahasiaan